Jumat, 20 Desember 2013

PANGERAN BUMIDIRJA - VERSI MENETAP DIWILAYAH KEBUMEN



Makam Pangeran Bumidirja di desa Lundong, Kutowinangun

Apabila dilihat dari Trah atau Nasab Keturunan, Pangeran Bumidirja bukanlah Nasab atau keturunan dari wilayah Kebumen. Akan tetapi dalam sejarah lokal kebumen, nama Pangeran Bumidirja bukanlah nama asing bagi warga Kebumen pada umumnya. Hal ini dikarenakan, Pengabdian yang luhur terhadap wilayah kebumen oleh Pangeran bumidirja sangatlah besar.


Nama Kebumen  berasal dari kata Kabumian yang berarti tempat tinggalnya Kyai Bumi pada Tahun 1670 M, setelah jadi tempat persembunyian Pangeran Bumidirjo dari Mataram pada saat berkuasanya Kanjeng Sunan Amangkurat I. ( Tahun 1645 – 1677 M )
Diceritakan bahwa Pangeran Bumidirja, adalah penasehat spiritual Sultan Agung Raja Mataram Islam. Setelah Sultan Agung Wafat, Raja mataram diturunkan kepada anaknya yang bergelar Sunan Amangkurat I. Sebagai seorang Raja, Sunan Amangkurat I lebih dekat dengan VOC, sehingga banyak bangsawan-bangsawan Mataram dibunuh, disingkirkan diusir dari keraton. Salah satunya adalah Pangeran Bumidirja dan keluarganya.
Dalam Pelariannya Pangeran Bumidirja sampai di Kadipaten Panjer. Setibanya didaerah Panjer Pangeran Bumidirjo beserta keluarga dan diiringi oleh tiga orang abdi dalem yang setia dan para pengikutnya diterima dengan baik oleh Penguasa Panjer yang pada saat itu dijabat oleh
Ki Hastosutro yang bergelar Ki Panjer Roma II    ( Tahun 1657 – 1677 M  ) dan mendapat izin tempat tinggal serta menerima hibah tanah untuk tempat kediamannya yang letaknya 3 pal kearah selatan dan ½ pal kearah timur di sebelah utara kelokan  sungai Luk ulo  Kebumen.

Ki Hastrosuto atau Ki Panjer Roma II adalah adik dari Ki Kertosuto yang menjadi patih Bupati Panjer pada saat itu, sedangkan Ki Hastrosuto dan Ki Kertosutro adalah putra Ki Bagus Badronolo  
Di Kademangan Panjer Pangeran Bumidirjo dan para pengikutnya mulai membuka tanah yang pada sa’at itu masih berupa hutan lebat dan mendirikan Padepokan sehingga daerah tersebut lama kelamaan menjadi suatu pedukuhan.
Didaerah tersebut Pangeran Bumidirjo menanggalkan nama kebangsawanannya berganti nama menjadi Kyai Bumi atau disebut Ki Bumi, dengan maksud agar tidak dikenali oleh Pasukan Telik sandhi  Keraton yang pada saat itu ditugasi untuk mencari dan menangkapnya untuk dibawa pulang kembali ke Keraton oleh Sunan Amangkurat I, 
Semakin hari keberadaan Padepokan Ki Bumi ternyata  semakin berkembang pesat sehingga banyak diketahui orang  hingga keluar daerah Panjer yang menyebabkan  banyak orang yang berkunjung  untuk bersilaturahmi dengan maksud bertukar pikiran  untuk menambah wawasan atau menimba ilmu pengetahuan agama dan ilmu sosial kemasyarakatan di Padepokan tersebut.

Sehubungan hal tersebut akhirnya menimbulkan rasa ke khawatiran Ki Hastrosuto maupun Ki Kertosuto sebagai Penguasa daerah tersebut, apalagi semenjak keberadaan persembunyian Ki Bumi di Kademangan Panjer telah diketahui oleh Pasukan Telik sandhi yang telah ditugaskan  Kanjeng Sunan Amangkurat I,  sedangkan  Pangeran Bumidirjo adalah salah satu tokoh penting yang  menjadi daftar orang yang paling dicari untuk dikembalikan  dari pengasingan  oleh pihak Keraton.
Meskipun demikian sudah beberapa kali Telik sandhi  yang diutus pihak Keraton untuk menemui Pangeran Bumidirjo dan membujuknya agar beliau pulang ke Keraton mengalami kegagalan karena  Ki Bumi selalu menolaknya dengan secara arif dan bijaksana, malah sebaliknya karena tidak berhasil membawa pulang  Pangeran Bumidirjo maka  Para Telik Sandi tersebut memutuskan untuk tidak kembali lagi ke Keraton karena  takut mendapat hukuman yang berat  dan memilih menjadi pengikut Ki Bumi.

Sementara dilain pihak dikarenakan merasa khawatir dan merasa sudah tidak aman dan terancam keselamatannya, karena dikhawatirkan adanya kesalah pahaman  oleh pihak Keraton dan disangkanya telah ikut berperan serta dalam menyembunyikan Pangeran Bumidirjo, akhirnya Ki Hastrosuto / Ki Panjer Roma II  dan Tumenggung Wongsonegoro ( Ki Panjer Gunung ) memutuskan untuk  menghindarkan diri dan pergi dari Kademangan Panjer  
Demikian pula  yang dialami Ki Bumi atau Pangeran Bumidirjo beserta keluarga dan Para pengikutnya, sehubungan tempat persembunyian nya telah diketahui oleh pihak Keraton maka demi keamanan dan  keselamatannya juga memutuskan untuik menghindarkan diri kembali dengan  mengungsi  keluar Dari Kademangan Panjer, sementara itu Padhepokan Ki Bumi diserahkan kepada Para pembantu setianya yaitu Ki Diporejo, Ki Basek, Ki Tromo, Ki Taman, Ki Banar, Ki Mangun dan Ki Ketug. Dan yang mendapat kepercayaan untuk menempati dan mengurus rumah kediamannya adalah Ki Diporejo, sedangkan yang lainnya menyebar disekitar Padepokan tersebut.
Pada sa’at mengungsi Ki Bumi dan Keluarga serta Para pembantu setianya diantar oleh Para warga masyarakat dengan berjalan kaki mengambil jalur dari arah utara,  namun sesampainya di daerah Selang Para pengantar dianjurkan untuk kembali lagi ke rumahnya masing- masing , peristiwa tersebut diperingati dengan tradisi pasar senggol Selang, kemudian bermalam disuatu daerah yang sekarang bernama Lerepkebumen.

Ke esokan harinya terus dilanjutkan kearah timur kemudian  kearah selatan dan berhenti didaerah Karang yang sekarang ini disebut masuk dalam wilayah Desa Lundong
Kecamatan Kutowinangun, Kabupaten Kebumen. Ditempat tersebut Kyai Bumi atau Pangeran Bumidirjo menetap dan dalam kesehariannya memilih menjadi masyarakat biasa dan bermata pencaharian sebagai petani kemudian dalam hubungan dengan warga masyarakat, beliau ikut berperan serta secara aktif dalam menyelenggarakan kegiatan keagamaan dan kegiatan sosial kemasyarakatan hingga akhir hayatnya.

Kanjeng Pangeran Bumidirjo atau Ki Bumi hingga akhir hayatnya dikaruniai 4 orang putra yaitu : Ki Gusti, Ki Bekel, Ki Bagus dan Nyi Ageng, Wafat dan dimakamkan di Desa Karangrejo perbatasan dengan Desa Lundong, Kecamatan Kutowinangun, Kabupaten Kebumen, Jawa tengah.
Setelah wafatnya Pangeran Bumidirjo maka sesepuh didaerah tersebut diteruskan oleh putranya yaitu  Ki Bekel, setelah Ki Bekel wafat sesepuh  diteruskan oleh Ki Honggoyudo yang menjabat sebagai Demang Kutowinangun ke I, setelah Ki Honggoyudo wafat maka kasepuhan digantikan oleh putranya Ki Honggodiwongso sebagai Ki Demang Kutowinangun II
Diantara wasiat Kanjeng Pangeran Bumidirjo untuk Putra-Putrinya,Cucu-cucunya, Buyut-Buyutnya dan keturunan selanjutnya adalah dilarang menggunakan nama dengan bergelar Raden, karena menurut faham Kanjeng Pangeran Bumidirjo bagi keturunanya kelak, menyatakan bahwa bagi keturunannya yang mempunyai sifat terpuji seperti berbudi pekerti yang baik sebagaimana yang telah dicontohkan  Kanjeng Nabi Muhammad SAW adalah mempunyai derajat yang lebih tinggi daripada gelar Raden, oleh karena itulah seluruh keturunannya kelak hanya diperbolehkan  menggunakan gelar Ki atau Nyi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar